Media Massa, Pembentuk Opini Masyarakat

Media Massa (Mass Media) singkatan dari Media Komunikasi Massa (Mass Communication Media), yaitu sarana, channel, atau media untuk berkomunikasi kepada publik. Untuk efektifitas berbahasa, Istilah Media Massa sering disingkat “Media” saja, tanpa “Massa”. Media Massa merupakan suatu sumber informasi, hiburan, dan sarana promosi (iklan) dari suatu individu/ kelompok untuk disebarkanluaskan kepada khalayak ramai (masyarakat).

Sedangkan opini adalah pandangan (yang bisa definitif) yang tertanam diotak seseorang.
Berdasarkan definisi singkat diatas, kita titikberatkan perhatian kita bahwa media berfungsi untuk menyebarluaskan informasi, yang artinya, dengan tersebarluasnya suatu objek informasi maka :
1. Media sanggup membentuk perhatian kepada suatu objek berita (Fase 1). Pada saat ini opini masyarakat berada di level low (rendah) karena baru mengenal objek tersebut, mereka belum bisa memasuki opini yg definitif.


2. Meningkatkan perhatian pada suatu objek tersebut (Fase 2). Pada tahap ini, apabila objek tersebut diberitakan terus menerus, maka fokus dan konsentrasi masyarakat akan “stucked” ke objek tersebut, sehingga muncullah “Kepopuleran” terhadap objek. Pada tahap ini, opini masyarakat makin menguat.

3. Mempopulerkan objek yang diberitakan (Fase 3). Hal ini timbul karena perhatian media yg begitu massif untuk terus meliput objek, Entah itu populer dalam arti negatif atau positif. Pada tahap ini, opini masyarakat masuk kedalam level percaya.

4. Mempertahankan kepopuleran objek. Pada fase ini opini dan nilai-nilai yang sudah terbentuk akan terus dipertahankan. Caranya? Tentu dengan terus-terusan memberitakan hal yang sama. Efeknya, Masyarakat yang sudah terlanjur mempercayai informasi yang diberitakan : akan KUKUH pada apa yg telah mereka percayai.
Tanpa sadar media massa memang mempengaruhi opini kita terhadap apa yang kita lihat di media, entah informasi itu benar atau salah, tapi media massa bisa memaksa kita bahwa informasi yang disampaikan itu adalah informasi yang benar dan valid, walaupun kenyataannya informasi itu salah.

Oke, kalau loe semua belum jelas apa.yang gue sampaiin, gue akan berikan sedikit contoh mengenai pengaruh media massa terhadap opini loe.
What think about terrorism? Yah, terorisme adalah suatu kegiatan meneror dan pelakunya disebut sebagai teroris.

Tapi karena begitu besar pengaruh media massa, maka kata teroris yang dulunya berarti meneror maka sekarang kata teroris menjadi bebalik makna kalau teroris adalah orang yang suka bunuh diri menggunakan bom di keramaian atau orang yang mengebom gedung gedung tinggi. Berikut adalah beberapa berita mengenai pengebom ditahun 90an.
1. Pengeboman dan aksi kekerasan atas konflik Irlandia Utara dengan Irlandia Selatan.
sepanjang tahun 1990 ada beberapa tindakan terorisme di wilayah Irlandia Utara dan Irlandia Selatan yg merembet ke tanah Inggris (just search for more information ya gan). Usut punya usut, kejadian tahun 1990 adalah suatu periode koflik etnis yg terjadi di Irlandia Utara sejak tahun 1969. Konflik ini melibatkan kaum loyalis & unionis (umumnya Protestan) yg pro bersatu dengan Inggris melawan kaum nasionalis & republikan (umumnya Katolik) yg pro bersatu dengan Irlandia di mana selama periode konflik itu, tentara Inggris & Irlandia juga terlibat. Tercatat antara tahun 1969 hingga 2001, jumlah korban tewas dalam konflik ini mencapai 3500 lebih. Tahun 1970-an adalah saat2 dimana tensi konflik sangat memanas. Kebayangkan betapa mengerikan teror yang menyeruak didaerah tersebut?

2. Pengeboman WTC pertama di tahun 1993, menewaskan 6 orang dan ratusan orang terluka. Rilis dan Klaim terakhir pemerintah USA menyatakan bahwa aksi ini diotaki oleh seorang radikal muslim Ramzi Youssef, seorang anggota Al-Qaeda.

3. Pengeboman stasiun kereta api bawah tanah di Jepang ini diprakarsai oleh sekte keagamaan Kristen Aum Shinrikyo ditahun 1995. Aksi ini menewaskan 12 orang.

4. Aksi terorisme berupa pengeboman Gedung Pemerintahan Alfred P. Murrah (Tahun 1995 – di Oklahoma USA) yang dilakukan oleh Tim Mc Veigh seorang kristian katolik Roma dari sekte Ranting Daud dan sekaligus seorang mantan tentara Perang Teluk. Tindakannya dilakukan atas dorongan balas dendam setelah 2 tahun sebelumnya (tahun 1992) homebase sekte Ranting Daud dikepung dan dibakar oleh FBI lalu menewaskan banyak pengikutnya.

dan sebenarnya masih banyak lagi tindakan terorisme yang dilakukan dengan pengeboman ataupun penembakan.
Pada saat itu, karena pelaku terorisme adalah mereka yg berasal dari berbagai negara, berbagai agama, dan beragam latarbelakang, maka gue membentuk opini bahwa tindakan terorisme dapat dilakukan oleh siapa saja tanpa terkecuali tanpa melihat apa latar belakang kewarganegaraannya, agamanya, sukunya, dan apapun. Setiap orang berpotensi menjadi Teroris yang menebar Teror. Dan kala itu memang istilah teroris tidak begitu populer, kalaupun ada istilah ini : maka yang terpikirkan oleh orang2 adalah Teroris itu bisa siapa saja.

Tapi semuanya berubah setelah negara api menyerang, ups salah maksudnya setelah kejadian dibawah ini:
WTC Bombing dibulan September 2001.
Siapa sih yang gak tahu dengan peristiwa pengeboman paling mencengangkan (setelah pengeboman Hiroshima + Nagasaki di Jepang 1945 oleh USA) ini? Inilah peristiwa yang banyak disisipi teori konspirasi dengan kisah-kisahnya yang rumit dan motivasi-motivasi yang sebenarnya sudah tertebak tapi masih diingkari oleh sebagian orang. This is an extremely complicated story with numerous players and motives. The 9/11 facts below don't all make sense or fit neatly together. It's a story full of espionage, deceit, and lies. Well, gue gak usah banyak ketik2 dah mengenai peristiwa ini. Gue kira udah pada ngeriti deh, kalau belum ngerti googling aja.
Whatever, .yang pasti semenjak peristiwa ini, aktivitas TERORISME selalu diidentikkan dengan salah satu agama besar didunia, yaitu ISLAM. Lho, kok bisa? Kan sebelum-sebelumnya opini tentang terorisme itu “Everyone is possible for being a terrorist”. Lho, ini kok malah Terorisme itu Berat ke Islam sih?? Yah kembali ke FASE-FASE yang gue utarakan diatas, coba lihat dan cocokkan polanya.

1. Media sanggup membentuk perhatian kepada suatu objek berita (Fase 1). Bagi loe semua yang sudah akil baligh atau setidaknya udah berumur 10 tahun saat 2001 kerasa gak kalau kita tiba-tiba diperkenalkan dengan sebuah paradigma baru, yaitu pengenalan objek Terorisme, Terorisme, dan Terorisme.

2. Meningkatkan perhatian pada suatu objek tersebut (Fase 2). Pada tahap ini, apabila objek tersebut diberitakan terus menerus, maka fokus dan konsentrasi masyarakat akan “stucked” ke objek tersebut, sehingga muncullah “Kepopuleran” terhadap objek. Back to the given case, Pada tahap ini, aksi terorisme melulu disandingkan dengan Islam, atau segala sesuatu yang simbolnya bernuansa Islam. Dimana ada kata terorisme di sebuah surat kabar atau berita TV selalu disandingkan simbol-simbol Islam atau simbol masyarakat yg dominan menganut agama ini (a.k.a Timur Tengah)...?? Contoh : Pria berbaju gamis, bersorban, berbicara bahasa Arab, berjanggut, dll. Pada tahap ini, opini masyarakat makin menguat. Maksud gue, opini masyarakat akan Teroris Baru ini adalah Teroris condong ke Islam (muslim)

3. Mempopulerkan objek yang diberitakan (Fase 3). Hal ini timbul karena perhatian media yg begitu massif untuk terus meliput objek, Entah itu populer dalam arti negatif atau positif. Pada tahap ini, opini masyarakat masuk kedalam level percaya. Dengan terus menerus di-judge bahwa Terorisme adalah Islam, maka populer lah anggapan Terorisme memang adalah Islam. Walhasil, setiap orang yg berlatarbelakang warga TimurTengah, berjanggut, bersorban, berbaju gamis, apalagi kalau dia muslim maka orang2 akan men-judge-nya sebagai representasi Teroris. Dan menyangkut isu yang diangkat secara global bahwa yang melakukan aksi pengeboman gedung WTC adalah kelompok Al Qaeda, maka masyarakat duniapun Almost 100% Believe (Hampir sepenuhnya percaya) bahwa Memang kelompok inilah yang melakukannya. (sekalipun banyak kalangan yang meragukan kevalidan berita ini)

4. Mempertahankan kepopuleran objek. Pada fase ini opini dan nilai-nilai yang sudah terbentuk akan terus dipertahankan. Caranya? Tentu dengan terus-terusan memberitakan hal yang sama. Efeknya, Masyarakat yang sudah terlanjur mempercayai informasi yang diberitakan : akan KUKUH pada apa yg telah mereka percayai. In relation to the above case, ente tentu sudah tau bagaimana uraiannya. Untuk specific example, ente bisa tanya ke opini masyarakat kebanyakan yg udah kecuci otak sama media global, lalu tanya mereka. Niscaya mereka akan mempertahankan apa yang sudah terlanjur “stucked” di otak mereka. Opini telah menjadi pemahaman. 
Teknik ini disebarluaskan secara sengaja kepada berbagai negara di dunia. Dari negara-negara Eropa macam Inggris, Prancis, Jerman, Swedia, Norwegia, Bulgaria, dll, sampai ke negara2 Asia-Afrika-Australia macam Jepang, Indonesia, India, Thailand, Australia, dl. Dari sana ente sudah paham bagaimana makna Teroris = Islam itu melekat dipemikiran, bahkan masuk ke alam bawah sadar dominan masyarakat dunia?
Apa cuma itu doank contohnya, eitts tunggu dulu ada contoh lagi, yaitu sebagai alata perebut hegemoni dan alat untuk pertahanan hegemoni sebuah peradaban dan kekuasaan.

Kunci pertama : Media adalah MANUSIA-MANUSIA yang hidup dibelakangnya. Maksud ane, media adalah manusia pemilik media itu, direksi, pejabat, dan karyawan2 media itu sendiri. Disamping butuh makan, secara fitrahnya manusia juga butuh Uang, Power, dan rasa ingin dihormati+disegani yang absolutely didapatkan dari Kekuasaan. So, mengingat hal ini : (Manusia) Media rentan Dibeli untuk kepentingan kaum yang berduit (Kapitalis).

Kunci kedua : mari kaitkan dengan Fase-Fase yang gue sampaikan diatas. Dengan jargon Membentuk Meningkatkan, Mempopulerkan, dan Mempertahankan objek berita, Ente bisa cocok2in deh dengan fenomena terkini dengan polemik rebut-merebut kekuasaan. Apa loe masi ngeh dengan kejadian Arab Spring yang berawal dari gejolak Tunisia kemudian merebak ke negara-negara tetangga macam Mesir, Libia, hingga Yaman? Negara-negara ini memperlihatkan praktek rebutan kekuasaan yang diawali oleh
1. Panasnya Isu ketidakbecusan Kepala Negara dan
2. Panasnya isu ketidakpuasan masyarakat dinegaranya.
Dengan terus memelihara isu ini secara masif, maka gelombang protes dan revolusi muncul. Hasilnya : udah capek2 kemakan isu revolusi dan penggulingan pemimpin, Egypt is under military control again, and Libya is in a state of complete chaos. Dari sini Ente tau pihak mana yang paling diuntungkan? Yaitu mereka yang diangkat citranya oleh media dan manusia2 media itu sendiri.
Bagi negara yang menerapkan demokrasi yang pemilihan pemimpinnya didasarkan BANYAK SUARA – bukan Kualitas (Indonesia juga termasuk didalamnya), dimana pemikiran individu masyarakat adalah kunci dari kemenangan, maka sebagai alat perebut hegemoni, media digunakan untuk mengangkat citra seorang tokoh. Pemikiran individu-individu harus disisipi opini bahwa si fulan tokoh yang baik sedangkan si badu tokoh jahat. Menonjolkan Binary opposition :
sederhana vs kaya,
tokoh yang gayanya merakyat vs tokoh yang bergaya parlente yang menyimbolkan kaum elit,
yang bermuka malaikat vs yang bermuka masam
adalah teknik yang paling lazim dalam kesimpulan dasar manusia, yaitu = BAIK VS BURUK. Media berperan besar dalam memunculkan tokoh yang dianggap bisa menjadi problem solver dan problem maker ditengah negara Demokrasi. Dan sebenarnya gaya ini telah menjalar ke pemikiran orang2 di Indonesia. Dimana ada isu yang diperkenalkan, lebih diperhatikan, dipopulerkan, dan dipertahankan. Anda-anda tentu tahu apa maksud saya. Pencitraan Jokowi sekarang dan Soeharto dulu adalah Output penjelasan diatas.

Sumber : google.com
kaskus.co.id/thread/549e4e99de2cf293508b4569/not-for-ababil--sedikit-cerita-tentang-media-amp-pembentukan-opini-masyarakat/
SHARE

Admin

Saya hanyalah seorang blogger amatir yang goblog

  • Image
  • Image
  • Image
  • Image
  • Image
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.