Membudayakan Literasi

Istilah literasi (literacy) atau keberaksaraan kini dipakai secara beragam, mulai dari literasi media (media literacy), literasi keuangan (financial literacy), sampai literasi keagamaan (religious literacy). Ada pula istilah lebih umum, yakni literasi informasi (information literacy) yang diperluas maknanya menjadi sebuah kompetensi sosial di dalam apa yang sering kita sebut sebagai masyarakat informasi (information society).

Central Conecticut State University belum lama ini merilis hasil riset tentang perkembangan literasi di 61 negara, termasuk juga indonesia. Dan yang sangat mengejutkan adalah Indonesia berada di urutan nomor dua dari belakang. Dan yang menempati posisi paling atas adalah Filandia.

Hal memang sungguh sangat memperhatikan menginggat negara Indonesia adalah negara yang besar. Dan kita tak perlumemperdebatkan ke validalitas hasil riset ini. Karena tanda-tanda rendahnya tradisi literasi di masyarakat kita sangat rendah.

Terkait hal tersebut, Haidar Bagir sebagai seorang cendekiawan, telah menulis sebuah artikel menarik berjudul “Amnesia Buku” di Kompas kemarin (28/04/2016). Menurutnya, tradisi literasi yang selama ini lemah di Indonesia bisa dilihat dari fenomena perkembangan dunia digital.

Mungkin di zaman yang modern ini, tradisi literasi juga bisa kembali lagi ke masyarkat kita, baik lewat akses di sosial media seperti Facebook, Twitter, Path dan Website atau Blog.Tapi masalah enggak sampai disini.

Justru dengan makin leluasanya masyarakat mengakses media sosial atau website, justru minat baca secara umum masih menghantui masyarakat kita. Alasanaya karean pasokan informasi yang ada di internet sangatlah besar, dan sebagian besar tulisan di media digital telah menyebabkan para pembaca lebiha banyak menbaca tulisan-tulisan pendek yang keluasan dan kedalaman.

Masih menurut Haidar, kita juga dihadapan dimana masyarakat sangat akrab dengan yang nama informasi lewat audio visual seperti Tv dan radio, Dan ditambahlagi akses internet yang semakin mudah, masyarakat skarang tak hanya menonton video dari Tv, tapi sekarang juga bisa dari youtube dengan beragam konten yang banyak.

Munghkin masalah ini yang harus kita pecahkan bersama. Masalah litersi bukan masalah kecil. ini masalah besar bagi bangsa ini. Apakah kita mau ketinggal dari negara-negara lain?

Literasi yang dimaksud di sini bukan sekadar kemampuan melek-huruf. Tapi, literasi yang dimaksud adalah literasi dalam arti yang luas. Literasi dalam arti tradisi membaca yang dari sana, muncul gagasan-gagasan sederhana yang menjadi bekal kemajuan bersama.

Bahkan Wahyu pertama yang di turun kepada nabi Muhammad SAW adalah Iqra' (Membaca). Ini berarti literasi (dalam hal ini membaca) sangatlah penting, karena Tuhanpun mengutus nabi Muhammad untuk Membaca.

Kewajiban membaca tak hanya untuk para orang terpelajar seperti dosen, mahasiswa atau murid-murid saja. Literasi juga harus harus ditanamkan kepada setiap individu, tak memangdang profesinya apa.

Kit bis mengambil contoh bahwa nabi Muhammad sebelum mendapatkan wahyu, beliau adalah seorang pedangang dan pengembala kambing. Tapi tetap saja saat Tuhan menurunkan wahyu pada Muhammad SAW tetap di perintahkan membaca. Dengan kata kain literasi merupakan kewajiban bagi seluruh individu.

Tak hanya itu literasi juga cara satu-satu untuk mendapatkan informasi yang untuk mengenai realitas. Dengan membudayakan literasi kita juga bisa lebih kritis terhadap fenomen yang terjadi dan kita juga bisa menganalisis atau mengkritik suatu peristiwa. Dan bilang budaya literasi ini hilang, mungkin akan ada beberapa akibat kita terima seperti berikut.

Di antaranya, tumbuhnya budaya instan atau asal jadi. Karena kita hidup di zaman modern, setiap informasi begitu cepat didapat. Namun, apa yang kita dapat dari informasi tersebut hanya permukaannya saja. Sehingga, informasi tersebut belum tentu akurat. Salah satu contohnya adalah buta sejarah.

Karena kita malas membaca (buku) dan terbiasa mendapatkan informasi dari media sosial yang tentu saja tidak utuh, pemahaman kita tentang sejarah pergerakan di Indonesia menjadi tidak utuh juga. Ambil contoh pergerakan perempuan Indonesia.

Kita perlu tahu pergerakan perempuan Indonesia sebelum atau setelah kemerdekaan sehingga kita tidak tertipu oleh orang yang diklaim ustadz yang mengatakan bahwa perempuan harus di rumah dan sebagainya. Kita perlu tahu perjuangan Kartini, SK Trimurti, Maria Ullfah dan sebagainya.

Selain pergerakan perempuan Indonesia, kita mungkin perlu mengambil contoh peran Khadijah sebagai perempuan berkarier dalam sejarah hidup Muhammad. Dengan segenap kemampuannya, ia mendedikasikan seluruh hartanya untuk membantu dakwah Muhammad. Bila tidak, sejarah Muhammad mungkin akan berbeda.
SHARE

Admin

Saya hanyalah seorang blogger amatir yang goblog

  • Image
  • Image
  • Image
  • Image
  • Image
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.