Mengutuk Hasil Nilai IQ


Selamat pagi, siang, sore, malam, fajar, pagi, siang lagi, sore lagi, malam lagi, fajar lagi dan lagi-lagi. Hahaha, sudah lama gue enggak posting di blog ini, gimana kabar kalian? Eh, gue lupa kalau blog gue enggak ada visitornya😥

Sejak SD sebenernya gue anak yang kritis, gue lebih suka menyebut diri gue kritis tak terkendali bukan nakal ya, ingat gue ulangin lagi, gue bukan NAKAL yang suka berkelahi sama temen-temen. Gue justru sering menentang oramg tua gue, bukan karena gue durhaka tapi gue kritis saat perintah orang tua gue enggak sepaham sama gue.

Mungkin dari empat bersodara gue sendiri yang sering di marahin oleh orang tua gue, karena gue pulang maghrib-maghrib dengan badan kotor dan baju yang penuh dengan tanah, karena gue suka main.

Dan saat gue dilarang berkumpul sama temen-temen gue oleh orang tua, gue malah nekat tetep ngumpul. Karena anggapan orang tua gue kalau temen-temen gue itu orang-orang brandal dan nakal. Oleh karena itu gue dilarang ngumpul biar enggak ketularan.

Sejak saat itu diri gue serasa bagaikan anak tiri yang tak pernah di mengerti, gue serasa tak diperhatikan sama sekali. Tapi saat itu gue masih kecil, jadi gak telalu mikirin hal begituan. Yang penting dulu itu ada duit gue bisa jajan sepuasnya.

Setelah kelas enggak naik satu tahun, dan akhirnya naik, kekelas dua, lalu naik kekelas tiga, lalu naik kekelas empat, lalu naik lagi kekelas lima, dan pada akhirnya gue bisa naik kekelas enam.

Nah, pada kelas enam inilah serasa hidup gue hampa. Kalaj gue hidup ini sia-sia belaka. Pengorbanan gue salam ini untuk belajar mengejar mereka-mereka yang pintar langsung di jatuhkan pada detik itu juga. Iya, pada detik itu juga gue serasa paling goblok dari goblok itu sendiri.

Waktu itu saat akan membagi hasil tes IQ, yang telah diuji beberapa hari lalu akhirnya keluar dan gue merasa senang sakali waktu itu karena memang gue dari kelas tiga sampai kelas lima dapat ranking terus. Dan anggapan gue kalau gue dapat ranking berarti IQ gue pasti lebih tinggi dari temen-temen gue yang rankingnya ada di bawah gue.

Setelah guru datang dengan membawa lembaran hasil tes IQ, para murid berbondong-bondong datang menghampir guru yang membawa lampiran hasil tes IQ tersebut, termasuk gue juga. Setelah guru masuk kelas dan duduk di kursi guru para murid berkumpul disekitar guru dan menghujani pertanyaan "piro IQ ku pak!(berapa IQ ku pak)" sama halnya murid lain, gue juga sama dan gue anggap semangat gue paling berapi-api dari temen-temen. Mungkin jika panasnya semangat gue bisa melelehkan vibranium milik dari panther.

Setelah berhasil menembus ge4ombolan manusia, akhirnya gue ada di hadapan guru gue dan gue serasa bagaikan pahlawan yang telah mengalahkan sepuluh ribu musuh-musuhnya. Karena gue didepan guru tepat gue bertanya "pak, mana pak hasilnyanya" , "pak, berapa IQ ku?" , "pasti tinggikan pak?" Gue pertanya penuh dengan semangat yang berapi-api seakan gue lah yang paling tinggi IQ nya.

Lalu setelah banyak orang yang bicara ngalor ngidul tak jelas, membuat suasana kelas seperti suasana orang demo, akhirnya gurh guepun memerintahkan untuk bubar dan duduk ditempat masing-masing. Akhirnua kami duduk ditempat masing masing dan guru mulai berkata. "Kamu maju, nih IQ paling rendah sendiri" omongan guru seakan mengubah semangat gue yang sangat panas tadi hingga bisa meleburkan vibranium milik panther akhirnya mendadak menjadi sangat dingin. Dan perasaan gue sebagaj seorang pahlawan yang mengalahkan sepuluh ribu musuhpun tiba-tiba terasa menjadi pecundang yang sangat amat amat hina.

"Mungkin, bodohmu enggak kelihatan di SD, tapi nanti SMP atau SMA bodohmu akan kelihatan" setelah mendengarkan perkataan seperti itu, seisi kelas melihat gue dengan tatapan anehnya. Dan waktu itu rasanya gue pengen mati, lalu hancur menjadi beberapa bagian, lalu hancur lagi menjadi berkeping-keping, lalu menjadi debu, menjadi atom, menjadi proton dan elektron, lalu lenyap tanpa ada sisa yang terlihat.

Setelah itu gue pulang dengan muka di tekuk, lalu memberikan hasil IQ gue, dan adik gue yang kebetulan adik kelas gue juga ternyata mendapatkan IQ yang sangat tinggi. Tambah lagi penderitaan gue. Setalah serasa anak asing di keluarga gue, serasa bodoh dk sekolah sekarang gue serasa bagaikan kotoran yang tak guna. Sia-sia tanpa ada manfaat.

Setelah kejadian pembagian hasil IQ tersebut, semangat sekolah gue mulai menurun. Gue tak banyak bicara seperti biasanya, gue lebih suka merenungi nasib gue yang buruk ini. Padahal sebentar lagi mau UN waktu itu tapi semangat gue udah turun.

Setelah beberapa hari gue merenung dan entah apa yang gue renungin juga enggak ngerti dan menjadi seorang bisu, akhirnya semangat gue mulai bangkit kembali setelah ada bisikan di otak gue kalau percaya pada IQ yang tinggi itu belum tentu pintat dan dapat ranking, buktinya gue bisa mengalahkan dalam hal akademik dari temen-temen gue yang memiliki IQ lebih tinggi dari gue. Dan mulai hari itu gue mengutuk yang nama HASIL TES IQ, gue enggak percaya lagi sama hasil IQ, gue leboh percaya pada usaha dan do'a. Dan itu terbukti kalau gue masuk sepulub besar dengan NIM tertinggi.
SHARE

Admin

Saya hanyalah seorang blogger amatir yang goblog

  • Image
  • Image
  • Image
  • Image
  • Image
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.